PTSL di Desa Cengkok Ngronggot Nganjuk Menyulut Kontroversi: Warga Kecewa dan Tanah Mereka Dirusak

 

Jejakjatim,NGANJUK– Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang diinisiasi oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan legalitas hukum kepada tanah milik warga kini memunculkan gejolak serius di Desa Cengkok, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Rabu (18/12/2024). Bukannya memberikan solusi, PTSL justru memicu protes keras dari warga setempat, yang merasa dirugikan oleh sejumlah praktik tidak transparan dan kebijakan sepihak yang justru merugikan hak mereka sebagai pemilik tanah.


Pada awalnya, PTSL diharapkan menjadi angin segar bagi warga yang selama ini kesulitan mendapatkan status hukum atas tanah yang mereka kelola. Program ini dikenakan biaya sebesar Rp 700.000 per pemohon, jumlah yang dianggap relatif terjangkau untuk sebuah proses legalisasi tanah. Namun, kenyataannya jauh dari harapan. Biaya tersebut ternyata tidak mencakup seluruh kebutuhan administrasi yang diperlukan dalam proses PTSL. Warga harus merogoh kocek tambahan untuk membeli patok tanah dan membayar bea materai, biaya yang tidak pernah diinformasikan sebelumnya oleh panitia pelaksana. Jumari, salah satu warga yang tergabung dalam program tersebut, mengungkapkan kekecewaannya. "Saya pikir semua sudah termasuk dalam biaya Rp 700.000, tapi nyatanya kami harus keluar uang lagi untuk patok dan materai. Ini sangat memberatkan," keluhnya.


Namun, yang lebih memprihatinkan lagi adalah temuan praktik tidak wajar yang terjadi selama proses pengukuran dan pemetaan tanah. Sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa dalam proses pengukuran lahan, pihak panitia secara sepihak melakukan pemotongan luas tanah warga tanpa sosialisasi atau persetujuan terlebih dahulu. "Tanah warga dipotong begitu saja tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Kami mendengar kabar bahwa tanah yang dipotong itu nantinya akan digunakan untuk perluasan jalan, tetapi kami tidak pernah diberi kesempatan untuk memberikan persetujuan," ungkap sumber tersebut.


Kekhawatiran warga semakin memuncak ketika mereka menyadari bahwa tidak hanya tanah mereka yang terancam hilang begitu saja, tetapi mereka juga harus menghadapi biaya-biaya tambahan yang terus berkembang. Sebagian besar warga merasa tertipu oleh janji-janji yang tidak terwujud, dan kini mereka merasa kebingungan dan semakin terdesak. Dalam beberapa kasus, warga mulai meragukan validitas legalitas tanah mereka jika prosedur PTSL terus dilaksanakan dengan cara yang tidak transparan dan terkesan sewenang-wenang.


Para pemohon tanah kini meminta agar penyelenggara program PTSL segera memberikan penjelasan yang jelas dan transparan terkait prosedur yang telah dijalankan. Mereka juga mendesak agar pemerintah daerah turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini dengan bijaksana dan adil, sebelum ketidakpuasan dan ketegangan yang semakin berkembang di kalangan warga semakin meluas.


Jika tidak segera diatasi, dampak dari masalah ini bisa sangat besar. Mengingat banyaknya warga yang telah mengikuti program PTSL dengan harapan mendapatkan kejelasan atas hak milik tanah mereka, situasi ini berpotensi memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Warga yang awalnya berharap memperoleh keadilan melalui PTSL kini malah terjebak dalam kebingungan dan ketidakpastian yang semakin mendalam.(Tim)

Lebih baru Lebih lama