Jejakjatim,NGANJUK– SMKN 1 Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, menjadi pusat perhatian publik menyusul adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dikeluhkan oleh sejumlah orang tua siswa, serta tindakan penolakan terhadap beberapa wartawan yang mencoba meliput persoalan tersebut. Kejadian ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk pengamat hukum yang menyerukan agar pihak sekolah segera bertanggung jawab dan mematuhi regulasi yang berlaku.
Pengamat hukum Prayogo Laksono menyesalkan adanya laporan terkait penolakan kedatangan wartawan di lingkungan SMKN 1 Tanjunganom. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan jurnalistik dalam mencari dan menyebarkan informasi.
“Jika benar terjadi penolakan terhadap wartawan, ini merupakan pelanggaran serius. Undang-undang mengatur bahwa menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta,” ujar Prayogo saat ditemui di kantornya, Jumat (17/1/2025).
Ia mendesak pihak sekolah segera meminta maaf secara terbuka dan berkomitmen untuk tidak mengulangi pelanggaran serupa. Prayogo juga meminta Cabang Dinas Pendidikan Nganjuk memberikan sosialisasi terkait kebebasan pers kepada seluruh lembaga pendidikan di wilayah tersebut.
Selain persoalan kebebasan pers, Prayogo turut menyoroti keluhan sejumlah orang tua siswa terkait dugaan pungli di SMKN 1 Tanjunganom. Menurut pengakuan Siti (nama samaran), seorang orang tua siswa, mereka diminta membayar berbagai jenis pungutan, mulai dari iuran rutin dengan dalih tabungan dan jariyah hingga sumbangan pembangunan sekolah.
"Total iuran tahunan mencapai Rp 1,5 juta per siswa. Belum lagi sumbangan lain untuk perayaan ulang tahun sekolah atau kegiatan lainnya. Semua itu tanpa kesepakatan atau penjelasan penggunaan anggaran," ungkap Siti
Prayogo menilai praktik ini berpotensi melanggar Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemerasan dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Jika pungutan ini benar adanya, maka ini adalah bentuk pemerasan yang sangat merugikan orang tua siswa dan mencoreng citra dunia pendidikan,” tegas Prayogo.
Prayogo mendesak Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Nganjuk dan aparat penegak hukum untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan anggaran di SMKN 1 Tanjunganom. Jika ditemukan pelanggaran, ia meminta pihak terkait segera memproses kasus ini sesuai hukum yang berlaku.
“Kami juga membuka ruang bagi orang tua siswa untuk melaporkan kejadian ini. Jika perlu, kami siap membantu membawa kasus ini ke ranah hukum,” tambahnya.
Upaya konfirmasi terhadap Kepala SMKN 1 Tanjunganom, Harbudi Susilo, tidak membuahkan hasil. Pesan dan panggilan yang dikirim melalui WhatsApp tidak direspons. Sementara itu, ketika seorang kontributor media mencoba menemui pihak sekolah, ia mendapat penolakan dengan alasan membatasi jumlah tamu.
“Kuotanya sudah penuh,” ujar pihak keamanan dan salah seorang anggota komite sekolah berinisial U pada Rabu (15/1/2025).
Kasus ini mencoreng reputasi SMKN 1 Tanjunganom sebagai lembaga pendidikan. Publik berharap Cabang Dinas Pendidikan Nganjuk segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi persoalan ini. Transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
Pihak terkait diminta bertanggung jawab agar keadilan dan integritas dunia pendidikan tetap terjaga. (Tim)