Diduga Pungli Berkedok Jual Beli Kain Seragam Sekolah, SMPN 1 Sukomoro Jerat Leher Wali Murid

Nganjuk, Jejakjatim.id – Adanya praktik jual beli kain seragam sekolah masih marak terjadi di wilayah Kabupaten Nganjuk. Seperti halnya di SMPN 1 Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menjual seragam dengan harga yang fantastis, Selasa (10/6/2025).

Adanya penjualan seragam sekolah untuk siswa baru di SMPN 1 Sukomoro sungguh memberatkan wali murid, pembayaran kain seragam sekolah pihak sekolah berkedok melalui koperasi sekolah. Dengan harga yang terlampau tinggi sangatlah memberatkan wali murid, karena belum ongkos jahitnya.

Informasi yang didapat dari beberapa wali murid menyampaikan keluhan bahwa mereka diwajibkan membeli kain seragam sekolah melalui pesan singkat dari guru kepada siswa. “Harus beli di sekolah ya,” demikian bunyi salah satu pesan WhatsApp yang diterima anak dari seorang wali murid.

Harga kain seragam yang ditawarkan bervariasi, mulai dari Rp1.390.000, Rp1.670.000, hingga Rp1.700.000. Ironisnya, kain yang diterima belum dijahit, sehingga wali murid masih harus mengeluarkan biaya tambahan untuk ongkos jahit. Salah satu wali murid mengungkapkan kekecewaannya, "Ladala, kok kain. Padahal harga kain ini lebih mahal daripada seragam jadi."

Akibat situasi tersebut, beberapa wali murid terpaksa meminjam uang demi memenuhi kewajiban membeli kain seragam. “Dengan terpaksa saya hutang ke Bank Titil agar dapat membeli kain seragam anak. Membelinya bisa, tapi ongkos jahit bingung lagi,” keluh seorang wali murid.

Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Sukomoro, Sugito, menegaskan bahwa pihak sekolah tidak pernah memaksa siswa untuk membeli kain seragam. “Kalau memang tidak mampu, menghadap ke saya, akan saya gratiskan. Kami tidak memaksa,” ujarnya singkat.

Setelah dilakukan mediasi antara wali murid dan pihak sekolah, dua orang tua siswa akhirnya memperoleh keringanan. Atas nama S, hanya diminta membayar Rp500.000, sementara atas nama D, uang pembelian seragam sebesar Rp 1.390.000 (satu juta tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah) akhirnya di kembalikan Rp500.000 (Lima ratus ribu rupiah).

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan kebijakan yang adil dalam pengadaan perlengkapan sekolah, agar tidak membebani wali murid, terutama dari kalangan kurang mampu.

Lebih baru Lebih lama